Wednesday, March 21, 2007

cerpen


Tragedi Para Ksatria
Gunawan*

SEUNTAI bunga mawar melingkar didadanya, harum semerbak seharum dan seindah hatinya.
Joko Umbaran segera berjalan memenuhi sayembara yang dibacakan Wongso Subali, diiringi dua orang yang selama ini mengasuhnya. Singkat kata dan singkat cerita berhasil ditemuinya Kebo Marcuet. Dengan lantang Wongso Subali berkata: “Biar aku saja yang melawan Kebo Marcuet, dia bukan tandinganmu anak muda!!.” Wongso Subali menyerang duluan dengan cepat, seluruh badannya tergerak, termasuk hatinya, dan jiwanya yang tergerak keluar dari badannya ketika Kebo Marcuet membalas serangan. Wongso Subali terbang menuju Nirwana, atau mungkin Neraka dengan menyisakan badan yang hangus terbakar hitam. Sehitam tanda-tanda adanya kematian.
Dua pengiringnya memperingatkan agar ia jangan turun kelingkaran perkelahian. Namun dengan menyatukan hati, memberi tempat pada keberanian dan ketenangan di hatinya, serta tidak memberikan ruang sedikitpun pada keraguan dan ketakutan, iapun berjalan pelan, pelan, ya pelan tapi berusaha jua untuk tegap. Kebo Marcuet tersenyum menghina. “Pulang nak, habiskan waktumu untuk bermanja-manja kepada Ibumu dan pada perempuan dambaanmu, belum pantas kamu menantang Kebo Marcuet, anak ingusan.” Ucapan ini justru menutup seluruh pertimbangan Joko Umbaran, dia terjang Kebo Marcuet, dan kedua pengasuhnya kini berteriak-teriak memberikan semangat dan memberikan seruan tanda bahaya, “awas”, “merunduk” dan sebagainya. Namun, sesingkat kekalahan Wongso Subali, kini Joko Umbaran babak belur.
Rasa kasihan dari Kebo Marcuetlah yang menyebabkan nyawa sang pemuda gagah dan tampan, Joko Umbaran masih tetap bertahan di badannya. Sambil terus menghina dihajarlah segenap badan Joko Umbaran, seluruh badan yang ada hanya bengkak, patah, berdarah dan rasa nyeri. Lebih sakit manakah rasa nyeri dan rasa cinta?.”
Akhirnya Kebo Marcuet memberikan ampun, “mari kutolong anak muda,” ujarnya.“Aku tidak bisa berjalan, harus engkau gendong,” pinta Joko Umbaran kepada Kebo Marcuet, dua orang pelayan justru tenggelam dalam histeria dan kebingungannya.
Betapa terkesima Joko Umbaran, kepada lawannya, seorang gempal, berwajah hitam dan mirip kerbau serta di kepalanya bertanduk. Sungguh baik hati dia, ucapnya di dalam hati. Namun apa salahnya, sehingga Majapahit menuntut kepalanya dan menyediakan hadiah besar. Salahnya jelas, yaitu telah berani meminta cinta kepada Gusti Kanjeng Ratu Kenconowungu. Dan pasti dia mengincar tahta Majapahit, bohong kalau cintanya tulus. Tetapi mungkin aku yang tulus, Kebo ini harus mati demi cintaku pada Ratu Ayu Kenconowungu, aku belum melihat, namun cerita orang telah mengakibatkanku jatuh cinta, dan siapa yang juga tidak merasa senang dengan tahta Majapahit. Kerajaan yang berasal dari desa kecil di tengah hutan Tarik, namun mampu menghancurkan Kediri dan memukul mundur bala tentara Tartar. Begitu naik kepunggungnya, dengan alasan mencari pegangan, aku pegang tanduknya, mulanya pelan, kemudian aku cengkeram dan sekuat tenaga yang tersisa kucabut, meledaklah Kebo Marcuet, aku terlempar keudara dan jatuh terjelembab ditanah. Tanduk yang kucabut berubah menjadi pedang dan gada yang kuberi nama Wesi Kuning.
Bangkit pelan, kuraba dan kurasai badanku, aku kini bersuara cedal, badan miring, kaki pincang. Yang tersisa hanyalah kebanggaan. Majapahit kudatangi, tahta hendak kuraih, namun lewat basa-basi sang Patih, Ratu Kenconowungu, menolak memenuhi janjinya pada sayembara, bahwa setiap lelaki menjadi suaminya bila sanggup membunuh Kebo Marcuet. Aku kini menjadi penguasa Blambangan, namaku kini Menak Jinggo, istriku dua, namun aku masih berharap pada Ratu Kenconowungu dan Majapahit nomer dua, bukannya serakah, tetapi menagih janji.
Dan kini apa yang terjadi, Ratu Ayu mengeluarkan sayembara lagi, dengan hadiah yang sama. Kini pemuda gagah bernama Damarwulan. Sekali lagi, seluruh laki-laki perkasa, harus tunduk pada perempuan, apalagi bila cantik dan berkuasa.
Bila Damarwulan menang, dan aku dulu juga pernah menang, atau juga aku menang lagi, sesungguhnya adalah yang muncul para ksatria, atau hanya para lelaki bodoh yang tertipu kekuasaan perempuan. Kata siapa perempuan ditindas oleh lelaki. Meskipun bunga itu wangi dan indah, tetapi ingatlah ada yang beracun, kini aku, Menak Jingga telah mati. Di atas kuburku bunga bertaburan, ingatlah juga bunga melambangkan kematian. Kini Damarwulan bersama Ratu Kenconowungu. Dia hanya mau pada tubuhnya, soal hati Damarwulan tiada yang tahu. Apakah ia juga mengincar tahta Majapahit, tiada yang tahu. Dan kini bunga Ratu Kenconowungu, telah layu direnggut ksatria Damarwulan.
Berbahagialah menjadi awam.

Minggu. 03-02-2002,

2 comments:

Gunawan said...

Salam
Ada beberapa sebab mengapa tamsil-tamsil begini menjadi relevan. Sebab, kejadian-kejadian manusia sebenarnya berulang saja. lahir, balita, dewasa, tua dan meninggal. Kemudian, persoalan-persoalan yang dihadapi dalam narasi besarnya juga berulang, antara kebaikan melawan kejahatan. Meski kedua hal ini, sama warnanya tergantung pada posisi berdiri.

(suasana kontekstual)
Saya kira, percepatan penetrasi, akumulasi kapital yang dilakukan oleh sang pemenang hari ini (AS,Uni Eropa, China, Jepang) membawa konsekuensi kerusakan yang luar biasa. dan semuanya mafhum.

Kisah sang kesatria yang bisa diceritakan, tak banyak ada kini. Ia redup dalam kisah remeh temeh dunia seperti putus cinta para selebriti. Atau kisah mahaberat yang dibawa oleh petinggi negeri tentang perundingan global mengentaskan kemiskinan.

Tapi garis besar kehidupan masih berulang.

(Kembali kelaptop)
Saya, melihat ada persoalannya tidak tidak semata-mata di persoalan besar (kapitalisme) itu sendiri. Tapi bagaimana gerakannya menguraikan langkah sesiapa yang turut dalam barisan ini dalam sebuah super-teamnya. Meski saya jadi ketawa juga, kalau mengingat aksi kemarin.

Terlalu tawar untuk mengambil alih kepemimpinan negeri, apalagi membawa bangsaku ketengah kejayaan. Kita belum melahirkan pemimpin gerakan untuk semua kalangan gerakan sosial. Kita mesti berbuat sesuatu untuk ini.

"iwan nurdin" iwan_selamat@yahoo.com

zube said...

mas Gun, welaaahhh...tak kusangka mas gun ngeBlog juga!!

tulisane abot tenan, tur sampeyan ikie nulis buku po nulis blog to...gak mudeng aku..

eh, b4
piye mbak dwi??...

salam pisces